Makan Siang di Kafe Organik ...
JIKA Anda kebetulan singgah di kota New York, sempatkanlah belanja oleh-oleh camilan (snacks) organik dan bebas unsur transgenik di Whole Foods Market di mal The Shops yang terletak di Columbus Circle.
Anda juga dapat sarapan, makan siang, atau makan malam di kafenya. Anda tinggal pilih sendiri sup, salad, roti, atau lainnya, lalu timbang di kasir. Agak mahal memang, per ounce 6,75 dollar AS, tapi dijamin buah dan sayur yang menjadi bahan bakunya dari tanaman organik dan nontransgenik. Daging pun dari ternak yang dipelihara secara alami dan tidak diberi pakan kedelai atau jagung transgenik.
SIANG itu saya sempatkan makan siang di kafe Whole Foods Market bersama Stephanie Vondras, seorang sahabat yang pernah tinggal beberapa tahun di Jakarta dan sempat mengajar saya di Aminef perihal bagaimana berurusan dengan bank di Amerika. Saya jadi teringat dengan buku berjudul Dinner at the New Gene Café: How Genetic Engineering is Changing What We Eat, How We Live, and the Global Politics of Food (2002) yang ditulis wartawan Bill Lambrecht yang pernah saya temukan di Toko Buku QB, Jalan Sunda, Jakarta.
Makan di Whole Foods Market justru sama sekali bertolak belakang dengan makan di "New Gene Café" yang dikiaskan Lambrecht. Sebagai wartawan, Lambrecht prihatin dengan ketidakberdayaan masyarakat Amerika dalam memilih makanan karena Pemerintah AS tidak mewajibkan pelabelan makanan dari organisme dimodifikasi secara genetik (genetically modified organism/ GMO) dalam kemasan makanan hasil proses. Padahal menurut pengakuan Gene Grabowski, Wakil Presiden Grocery Manufacturers of America (GMA) kepada Lambrecht, 70 persen makanan olahan di Amerika mungkin telah mengandung unsur GMO.
"Orang-orang Amerika Utara tak menyadari betapa dalam teknologi ini telah masuk ke dalam lemari makan mereka. Pengujian yang dilakukan kelompok-kelompok konsumen menunjukkan makanan dengan DNA yang sudah diutak-atik ini ada dalam sereal sarapan, chip jagung dan tortilla, minuman diet, burger kedelai, susu cokelat bubuk, dan kulit taco. Diet GMO itu sudah dimulai untuk konsumsi bayi karena setidaknya ada dalam tiga jenis makanan bayi," tulis Lambrecht dalam bukunya itu.
Adakah kemunculan supermarket organik seperti Whole Foods Market merupakan perlawanan terhadap membanjirnya makanan-makanan GMO atau transgenik?
Sangat mungkin karena sejak pertama kali dibuka di sebuah toko kecil di Austin, Texas, pada tahun 1980, Whole Foods Market kini menjadi pengecer makanan alami dan organik terbesar di dunia dengan 167 toko di AS, Kanada, dan Inggris.
Menurut Jean Vondras, ibu Stephanie yang kini tinggal bergantian di Denver, Colorado, maupun Phoenix, Arizona, toko grocery semacam Whole Foods Market jumlahnya makin banyak di Amerika, termasuk tak jauh dari kedua rumahnya.
DALAM situs wholefoods.com kita dapat menjumpai penjelasan soal makanan GMO. Tertulis di dalamnya, "Whole Foods Market menyediakan pilihan bagi konsumen yang lebih suka makan yang tidak berasal dari biji-biji yang direkayasa secara genetik (genetically engineered/GE).
Rekayasa genetika atau bioteknologi adalah seperangkat teknik ilmiah yang dipakai untuk mengubah komposisi genetik sel-sel hidup, yang menghasilkan organisme-organisme baru dengan sifat-sifat yang tidak sama dengan yang terdapat di alam atau yang diperoleh lewat teknik-teknik pemuliaan tanaman tradisional.
Menggunakan rekayasa genetika, para ilmuwan dapat memanipulasi dan memasukkan gen dari spesies lain (virus, hewan, atau tanaman) ke dalam tanaman, menghasilkan tanaman GE yang juga dikenal sebagai GMO. Pada tahun 2004, jagung, kedelai, tomat, kentang, beras, pepaya, jagung, canola, kentang manis, dan biji beet penghasil gula GE ditanam para petani Amerika dan dijual untuk konsumsi manusia."
Masih menurut situs Whole Foods Market, perekayasaan secara genetis bahan makanan telah menimbulkan isu yang kompleks dan sulit. Banyak ahli (yang pro-GMO) yakin bahwa ada potensi tak terbatas dalam bioteknologi pertanian dapat untuk mengurangi penggunaan pestisida, mengurangi kelaparan, dan menghasilkan makanan yang lebih bergizi. Namun, sebagian ahli lain masih dibutuhkan waktu lebih banyak sebelum GMO dipasarkan karena analisis manfaat/risiko yang akurat belum cukup tersedia, sementara sistem regulasi dari pemerintah juga amat tak memadai. Dibutuhkan riset mendalam yang netral dan tidak ada konflik kepentingan dengan pihak industri bioteknologi.
Apa saja risiko potensial GMO?
Di antaranya adalah alergi dan adanya gen kebal antibiotik. Bagi lingkungan GMO dikhawatirkan dapat memacu berkembangnya serangga dan gulma yang makin ganas. Selain itu, sudah terbukti terjadi penekanan terhadap keanekaragaman hayati di alam.
Belum lagi alasan ekonomi, yaitu terjadinya monopoli biji oleh perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Monsanto, yang akhirnya membuat pertanian di negara sedang berkembang amat bergantung pada ekonomi kapitalisme. Monsanto, yang coba masuk ke Indonesia lewat tanaman kapas transgenik Bt (mengandung gen racun bakteri Bacillus thuringiensis yang dapat mematikan jenis serangga tertentu) di Sulawesi Selatan, terbukti gagal dan malah meninggalkan skandal penyuapan miliaran rupiah terhadap para pejabat. Padahal sebenarnya kapas (yang tidak untuk dimakan) hanyalah pembuka jalan untuk produk Monsanto yang lain, yaitu kedelai dan jagung, yang konon kini sedang diuji di lapangan.
WHOLE Foods Market sendiri dalam jepitan kontroversi GMO ini akhirnya bersikap netral. Ia memasarkan produk- produk dengan label "Made with NO Genetically Engineered Ingredients (GEI)" seperti tortilla chips jagung produksi Garden of Eating’ (lihat foto), tetapi Whole Foods Market sendiri tidak melakukan pelabelan bebas GMO. Mengapa? "Meskipun beberapa perusahaan telah memilih untuk melabel produk mereka sebagai ’GMO- Free’, Whole Foods Market yakin bahwa melabel produk-produk di toko-toko kami akan misleading bagi konsumen kami. Alasan kami karena di alam terjadi kontaminasi serbuk sari dari tanaman GMO ke tanaman non-GMO, baik dibawa oleh angin ataupun oleh serangga, sehingga di AS kini sangat sedikit makanan yang benar-benar GE-free atau GMO-free," demikian penjelasan situs itu.
Tak urung di toko seperti Whole Foods Market kita tak dapat menjumpai merek-merek chips atau snack yang kemungkinan besar mengandung jagung GMO seperti Doritos. Juga tak ada Diet Coke. Menurut pengakuan Bruce Simon, Associate Store Team Leader Whole Foods Market, "Di toko kami ada banyak produk yang masuk dalam daftar negatif, termasuk Coca-Cola Diet yang mengandung pemanis buatan dari bahan GMO."
Perusahaan makanan Hain Celestial, yang di antaranya memproduksi snack bermerek Garden of Eatin’, ternyata masih punya puluhan merek lain di dalam grupnya, beberapa di antaranya secara tegas menyatakan GEI Free, seperti merek Earth’s Best Organic, Bearitos, dan Hain Pure Snax. Bahkan Earth’s Best dalam situsnya mendeklarasikan sejak 1 Januari 2001 merupakan makanan bayi organik pertama yang tak mengandung GEI dan mereka berani memasang label.
Tidak seperti Whole Foods Market yang cenderung konformis, perusahaan Hain Celestial bersikap lebih tegas, "Kami percaya orangtua dan konsumen memiliki hak atas informasi, karenanya kami memasang label bahwa produk-produk kami tak mengandung GEI. Menurut majalah Time bulan Januari 1999, lebih dari 80 persen konsumen ingin melihat makanan ber-GMO dilabel."
Menarik mengamati perkembangan dialektika soal transgenik di Amerika. Jika Gene Grabowski dalam kalimat pertama di buku Dinner at New Gene Café menyatakan bahwa makanan GMO adalah bagian dari kehidupan Amerika, ternyata di negeri adidaya itu mulai terjadi perlawanan. Mungkin masih dalam skala kecil, tetapi tak mustahil gaungnya akan membesar. Ini tak lepas dari ulah arogan dan serakah yang dibuat oleh perusahaan raksasa seperti Monsanto yang menimbulkan kemuakan di dalam maupun luar negeri. Tak terkecuali di Indonesia. (Irwan Julianto)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
No comments:
Post a Comment